Manusia
memahami realitas dengan sistem-sistem kategori konseptual. Sistem sistem
konseptual itu memungkinkan hidup dan pengalaman dapat dimengerti. Namun pada
gilirannya dinamika pengalaman sendiri menuntut pola-pola pemahaman baru,
sistem-sistem konseptual baru. Pada titik ini aneka system konseptual dan
keyakinan menjadi pembatasan-pembatasan yang perlu diterobos. Kreativitas dan
terobosan batas Kreativitas, khususnya di bidang kesenian, berkaitan erat
dengan perkara "originalitas" dan "kebaruan". Dua kata itu
sudah serentak menyarankan penerobosan keterbatasan-keterbatasan. Namun seluruh
suasana kultural di ambang millenium ketiga ini pun memang di tandai oleh
penerobosan, atau lebih baik "perumusan-ulang" batasan-batasan. Batasan-batasan yang dipertaruhkan hari-hari
ini, dalam proses berkesenian khususnya, bukanlah sekedar batas "gaya"/aliran/
pemilahan bidang dalam berkesenian. Yang dengan sendirinya berresiko ikut
terterobos adalah batas tradisi, etnisitas, religi, pola-pola berpikir, bahkan
berbagai citra diri baku
,dst. Itu sebabnya istilah "dekonstruksi" sedemikian cepat menyebar
kemana-mana, menjadi kata kunci jaman ini. Namun kreativitas yang baik tidak
berhenti pada sekedar dekonstruksi. Kreativitas yang baik selalu serentak
merupakan proses "intensifikasi" dan"transformasi" : proses
penggalian ulang realitas , pencarian hal-hal yang paling azasi dan perumusan
ulang tentang apa sesungguhnya yang kita cari selama ini. Memang itu semua
dilakukan dengan cara membongkar sistem-sistem keyakinan dan kategorisasi baku yang sering telah
dirasa palsu. Dengan istilah Foucault, kreativitas yang baik hampir selalu
merupakan proses genealogis. Proses genealogis adalah ,katakan saja, pelacakan
ulang makna hakiki suatu konsep/kategori . Itu bisa dengan cara mencurigai
sejarah terbentuknya suatu keyakinan/kategori/sistem, bisa juga dengan cara
memahami berbagai konsep itu melalui perspektif lawannya. Misalnya , bila mau
menggali kembali hakekat sejarah G-30-S, perlulah mendengar cerita dari
tokoh-tokoh PKI. Bila hendak melacak hakekat hukum di Indonesia gunakanlah sudut pandang para korban
hukum di Indonesia.
Bila hendak memahami keberagamaan hari ini galilah pandangan kaum pemikir
bebas, sekular, bahkan ateis, dst.dst. Dari perspektif lawan itulah insight
baru justru lebih bisa diharapkan. Puisi Holderlin berjudul "Patmos" mengatakan :"...where danger is, grows
also the saving power."
Signifikansi karya seni Karya seni hasil kreativitas macam itu dengan sendirinya tampil bagai sebuah "interupsi" yang memergoki realitas asli. Ibarat tiba-tiba kita membuka pintu dan segera terlihat didalam ruangan seorang pencuri sedang hendak beraksi, atau orang-orang yang sedang bicara rahasia tiba-tiba menghentikan obrolannya . Dan terpotretlah segera suasana kikuk dan aneh yang mencurigakan, yang mungkin selama ini tak pernah kita curigai. Dalam bahasa Brecht, karya seni yang baik tampil sebagai, atau menimbulkan ,"gestus" : menampilkan potret ringkas apa yang sesungguhnya terjadi dalam kehidupan masyarakat kita. Dengan istilah lain lagi, karya seni yang baik dan kreatif cenderung tampil sebagai sebuah "anomali", sebuah ketidaklaziman yang menyadarkan kita pada telah mandulnya kelaziman selama ini yang biasanya tak kita sadari. Kualitas "anomali interuptif'" macam ini terdapat misalnya pada sajak-sajak Sutardji pada awal kemunculannya, pada film film puitik Garin, pada bahasa Indonesianya novel Ayu (dan mungkin keterusterangannya),dst. Meskipun demikian kekuatan karya-karya tersebut bukanlah karena kebaruannya atau pun keanehannya, melainkan karena kualitas pengalaman tersembunyi yang diangkatnya ke permukaan , karena insight- barunya bagi kehidupan maupun bagi kiprah berkesenian. Jadi, kebaruan dan keanehan itu hanyalah konsekuensi dari kedalaman pengalaman yang dikandung karya itu.
Signifikansi karya seni Karya seni hasil kreativitas macam itu dengan sendirinya tampil bagai sebuah "interupsi" yang memergoki realitas asli. Ibarat tiba-tiba kita membuka pintu dan segera terlihat didalam ruangan seorang pencuri sedang hendak beraksi, atau orang-orang yang sedang bicara rahasia tiba-tiba menghentikan obrolannya . Dan terpotretlah segera suasana kikuk dan aneh yang mencurigakan, yang mungkin selama ini tak pernah kita curigai. Dalam bahasa Brecht, karya seni yang baik tampil sebagai, atau menimbulkan ,"gestus" : menampilkan potret ringkas apa yang sesungguhnya terjadi dalam kehidupan masyarakat kita. Dengan istilah lain lagi, karya seni yang baik dan kreatif cenderung tampil sebagai sebuah "anomali", sebuah ketidaklaziman yang menyadarkan kita pada telah mandulnya kelaziman selama ini yang biasanya tak kita sadari. Kualitas "anomali interuptif'" macam ini terdapat misalnya pada sajak-sajak Sutardji pada awal kemunculannya, pada film film puitik Garin, pada bahasa Indonesianya novel Ayu (dan mungkin keterusterangannya),dst. Meskipun demikian kekuatan karya-karya tersebut bukanlah karena kebaruannya atau pun keanehannya, melainkan karena kualitas pengalaman tersembunyi yang diangkatnya ke permukaan , karena insight- barunya bagi kehidupan maupun bagi kiprah berkesenian. Jadi, kebaruan dan keanehan itu hanyalah konsekuensi dari kedalaman pengalaman yang dikandung karya itu.
Dasar
Kreativitas Menjadi jelas kini bahwa kreativitas yang baik adalah manifestasi
menggelegaknya intensitas penghayatan dan penyelaman kehidupan. Sebuah karya
akan muncul sendiri sebagai luapan dari kian penuhnya sari-sari pengalaman yang
telah kita hisap. Maka yang sesungguhnya muncul dalam karya yang baik bukanlah
subyektivitas si senimannya, melainkan The truth of reality, kebenaran
eksistensial itu sendiri. Memang si seniman mereka-reka, tapi rekaan rekaanya
itu hanyalah ibarat menmbuatkan saluran-saluran agar air sari yang telah meluap
itu bisa mengalir keluar. Tak heran bila Heidegger menyebut karya seni yang
baik sebagai The Happening of Truth itself. Kebenaran yang mendadak menyeruak
dan menyadarkan kita pada berbagai kepalsuan dan kemandegan selama ini. Dengan
begitu karya seni yang baik selalu serentak tampil sebagai sebuah kritik,
immanent critique, kata Adorno. Kualitas kreativitas macam itu timbul hanya
bila pola relasi kita dengan realitas adalah pola yang "bermain"
(playful). Artinya pola relasi yang ditandai dengan dialektika timbal balik
antara 1. memberi bentuk dan menangkap makna realitas yang tak berbentuk,2.
penciptaan dan penemuan,3. menguasai realitas dan membiarkan diri dikuasai
realitas,3. upaya berrefleksi dan menenggelamkan diri dalam
pengalaman-pengalaman pra-reflektif dan akhirnya 4. penguasaan system sistem baku dan pemahaman
kenyataan-kenyataan real.
No comments:
Post a Comment