Penulisan ini dilatarbelakangi oleh semakin banyak ditemukannya kasus gangguan
perkembangan yang terjadi pada usia anak-anak. Salah satu jenis gangguan yang
semakin banyak ditemukan adalah autisme. Autisme merupakan gangguan perkembangan
yang ditunjukkan oleh beberapa gejala berupa masalah perkembangan seperti
kurangnya kemampuan berkomunikasi, berinteraksi sosial, fungsi kognitif,
perilaku, serta kemampuan sensorik. Hingga
saat ini penyebab autisme belum dapat diketahui secara pasti.
Penderita autisme memerlukan program terapi khusus sebagai usaha penanganan gangguan perkembangan yang dialami. Tujuan dari program terapi ini bukanlah untuk merubah anak autis menjadi normal, melainkan melatih anak agar pada akhirnya mereka dapat menyesuaikan diri dengan lingkungan masyarakat. Usaha penanganan ini dilakukan melalui beberapa jenis terapi yang disesuaikan dengan kebutuhan anak. Beberapa jenis terapi yang biasanya diberikan pada anak autis antara lain adalah terapi wicara, terapi perilaku , dan terapi okupasi yang pada umumnya merupakan suatu rangkaian terapi yang harus diberikan pada anak autis. Ketiga jenis terapi ini biasanya diselenggarakan oleh lembaga yang menyediakan layanan terapi untuk anak-anak berkebutuhan khusus. Namun adakalanya terapi ini juga dilaksanakan di rumah. Dari kondisi ini, diasumsikan bahwa kegiatan terapi ini akan membutuhkan suatu lingkungan fisik yang khusus.
Beberapa ahli berpendapat bahwa setiap anak harus dipandang sebagai individu yang membutuhkan sistem sosial dan lingkungan yang khusus. Setiap anak membutuhkan lingkungan yang disesuaikan dengan usia dan perkembangannya serta membutuhkan lingkungan fisik yang dapat mendukung kegiatan belajar dan bermain anak. Lingkungan fisik yang ada diharapkan dapat memberikan pengaruh positif dalam perkembangan anak. Perencanaan lingkungan fisik, termasuk gedung, interior, ruang-ruang luar, penataan ruang dan peralatan yang digunakan pada lingkungan fisik untuk anak akan memberikan pengaruh bagi perilaku anak.
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui peran desain interior sebagai lingkungan fisik dalam mendukung program terapi untuk anak autis, sehingga selanjutnya dapat dihasilkan suatu rekomendasi desain interior ruang terapi untuk anak autis. Pada anak autis terdapat beberapa perbedaan dalam sistem sensor tubuh yang dimilikinya yang selanjtnya mempengaruhi kemampuan mereka dalam berinteraksi dengan lingkungannya. Gangguan kemampuan komunikasi dan interaksi dengan lingkungan sosial maupun lingkungan fisiknya mempengaruhi kemampuan mereka dalam memahami lingkungannya. Keberadaan lingkungan fisik dapat memberikan beberapa pengaruh psikologis pada manusia melalui elemen desain yang digunakan. Warna, tekstur, bentuk, dan faktor-faktor lain dalam desain interior memiliki pengaruh cukup besar bagi pengguna ruang.
Dalam penelitian ini digunakan metode kualitatif deskriptif, yang bertujuan untuk memaparkan kondisi yang ditemukan selama observasi yang dilaksanakan pada beberapa lembaga yang menyelenggarakan program terapi bagi anak autis. Selain observasi lapangan, pengumpulan data juga dilakukan melalui studi literatur. Hasil dari observasi ini dianalisa berdasarkan teori-teori yang menjelaskan tentang hubungan lingkungan dengan perilaku manusia, termasuk di dalamnya elemen-elemen pembentuk ruang interior dan pengaruhnya terhadap anak autis.
Hasil dari analisa yang ada menunjukkan bahwa desain interior memiliki peran dalam mendukung pelaksanaan program terapi bagi anak autis. Tetapi dapat pula disimpulkan bahwa keberhasilan suatu program terapi tidak lepas dari peran aspek lain seperti tenaga terapi, dokter dan psikolog, orang tua, serta program yang dijalankan. Berdasarkan temuan mengenai adanya peran desain interior dalam proses penanganan anak autis ini, selanjutnya disusun suatu rekomendasi desain interior untuk ruang terapi bagi anak autis. Rekomendasi yang dihasilkan dalam penelitian ini merupakan suatu rekomendasi umum yang dapat diteliti dan dikembangkan lebih jauh.
Penderita autisme memerlukan program terapi khusus sebagai usaha penanganan gangguan perkembangan yang dialami. Tujuan dari program terapi ini bukanlah untuk merubah anak autis menjadi normal, melainkan melatih anak agar pada akhirnya mereka dapat menyesuaikan diri dengan lingkungan masyarakat. Usaha penanganan ini dilakukan melalui beberapa jenis terapi yang disesuaikan dengan kebutuhan anak. Beberapa jenis terapi yang biasanya diberikan pada anak autis antara lain adalah terapi wicara, terapi perilaku , dan terapi okupasi yang pada umumnya merupakan suatu rangkaian terapi yang harus diberikan pada anak autis. Ketiga jenis terapi ini biasanya diselenggarakan oleh lembaga yang menyediakan layanan terapi untuk anak-anak berkebutuhan khusus. Namun adakalanya terapi ini juga dilaksanakan di rumah. Dari kondisi ini, diasumsikan bahwa kegiatan terapi ini akan membutuhkan suatu lingkungan fisik yang khusus.
Beberapa ahli berpendapat bahwa setiap anak harus dipandang sebagai individu yang membutuhkan sistem sosial dan lingkungan yang khusus. Setiap anak membutuhkan lingkungan yang disesuaikan dengan usia dan perkembangannya serta membutuhkan lingkungan fisik yang dapat mendukung kegiatan belajar dan bermain anak. Lingkungan fisik yang ada diharapkan dapat memberikan pengaruh positif dalam perkembangan anak. Perencanaan lingkungan fisik, termasuk gedung, interior, ruang-ruang luar, penataan ruang dan peralatan yang digunakan pada lingkungan fisik untuk anak akan memberikan pengaruh bagi perilaku anak.
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui peran desain interior sebagai lingkungan fisik dalam mendukung program terapi untuk anak autis, sehingga selanjutnya dapat dihasilkan suatu rekomendasi desain interior ruang terapi untuk anak autis. Pada anak autis terdapat beberapa perbedaan dalam sistem sensor tubuh yang dimilikinya yang selanjtnya mempengaruhi kemampuan mereka dalam berinteraksi dengan lingkungannya. Gangguan kemampuan komunikasi dan interaksi dengan lingkungan sosial maupun lingkungan fisiknya mempengaruhi kemampuan mereka dalam memahami lingkungannya. Keberadaan lingkungan fisik dapat memberikan beberapa pengaruh psikologis pada manusia melalui elemen desain yang digunakan. Warna, tekstur, bentuk, dan faktor-faktor lain dalam desain interior memiliki pengaruh cukup besar bagi pengguna ruang.
Dalam penelitian ini digunakan metode kualitatif deskriptif, yang bertujuan untuk memaparkan kondisi yang ditemukan selama observasi yang dilaksanakan pada beberapa lembaga yang menyelenggarakan program terapi bagi anak autis. Selain observasi lapangan, pengumpulan data juga dilakukan melalui studi literatur. Hasil dari observasi ini dianalisa berdasarkan teori-teori yang menjelaskan tentang hubungan lingkungan dengan perilaku manusia, termasuk di dalamnya elemen-elemen pembentuk ruang interior dan pengaruhnya terhadap anak autis.
Hasil dari analisa yang ada menunjukkan bahwa desain interior memiliki peran dalam mendukung pelaksanaan program terapi bagi anak autis. Tetapi dapat pula disimpulkan bahwa keberhasilan suatu program terapi tidak lepas dari peran aspek lain seperti tenaga terapi, dokter dan psikolog, orang tua, serta program yang dijalankan. Berdasarkan temuan mengenai adanya peran desain interior dalam proses penanganan anak autis ini, selanjutnya disusun suatu rekomendasi desain interior untuk ruang terapi bagi anak autis. Rekomendasi yang dihasilkan dalam penelitian ini merupakan suatu rekomendasi umum yang dapat diteliti dan dikembangkan lebih jauh.
No comments:
Post a Comment